Thursday, December 25, 2025

Menembus Dingin Menuju Bromo

 Menembus Dingin Menuju Puncak Bromo



Malam merayap sunyi saat jam menunjukkan pukul 23.40 WIB. Di halaman Gedung Bhinneka 1, tiga buah mobil "Cakya" terparkir kaku, nampak seperti tiga raksasa besi yang sedang menahan napas. Di dalam salah satu armada, saya duduk bersama Om Jay, Lely Suryani,  Muda, dan Padmo. Ruang kabin yang sempit itu seketika hangat oleh percakapan. Suara Bu Lely, Bu Muda, dan sang sopir saling bertaut, merajut cerita tentang karakter unik suku Tengger—sang penjaga abadi pegunungan ini.

Tepat pukul 00.10 WIB, langit seolah bocor. Hujan turun membasahi bumi, mengubah aspal yang kusam menjadi cermin hitam yang memantulkan kilatan cahaya lampu mobil. Wiper bergerak lincah ke kiri dan ke kanan, menari-nari menghalau tirai air. Suara gemuruh hujan terdengar gaduh, menabuh atap mobil bak ribuan kerikil yang jatuh dari langit, berpadu dengan suara Srak-srak dari ban mobil yang melindas genangan air. Mobil terus melaju, membelah malam dengan kecepatan sedang yang pasti.

Pukul 00.33 WIB, kami tiba di Acala Bromo. Sebuah banner besar terpampang di dinding, menyambut kedatangan kami di tengah dingin yang mulai menggigit.

Perjalanan di Atas Roda Besi

Waktu berputar hingga pukul 00.55 WIB. Mas Gogon berdiri di depan kami, memberikan instruksi terakhir. Penjelasannya tentang rundown acara diakhiri dengan doa yang khusyuk. Satu demi satu, kami menaiki dua unit Jeep yang telah menunggu dengan sabar.

Tepat pukul 01.00 WIB, raungan mesin Hardtop memecah kesunyian malam. Suaranya berat dan parau, seperti naga yang baru terbangun dari tidurnya. Mobil mulai bergerak menyusuri aspal hitam yang meliuk-liuk. Lintasan yang kami lalui adalah sebuah wahana alam yang tak terduga: tanjakan curam yang membuat tubuh terdorong ke belakang, disusul turunan panjang yang seolah membawa kami terjun ke kegelapan, hingga akhirnya kami membelah padang pasir yang luas membentang.

Pukul 02.49 WIB, iring-iringan terhenti. Jeep di depan kami membeku, terhalang sesuatu di tengah guyuran hujan yang kembali menyapa. Tiga menit kemudian, kami kembali merayap perlahan, menembus kabut dan rintik air.

Pelukan Dingin yang Menusuk

Pukul 03.15 WIB, Jeep akhirnya berhenti dan melakukan putar balik. Begitu pintu mobil dibuka, udara dingin seketika menyerbu masuk bak ribuan jarum yang menusuk kulit. Meski tubuh sudah dibalut pakaian tebal berlapis-lapis, rasa gigil itu tetap mampu menembus hingga ke tulang.

Di bawah temaram lampu, sebuah pemandangan unik terlihat dari setiap peserta. Napas yang kami embuskan, baik melalui hidung maupun mulut, berubah menjadi kepulan putih yang tebal. Napas kami nampak seperti uap air yang menari-nari keluar dari moncong ketel yang mendidih, menandakan betapa ekstremnya suhu yang sedang memeluk Bromo pagi itu.


Winarno, 03:31 24 Desember 2025

No comments: