Friday, December 19, 2025

Keheningan dan Kepul Asap Termos

Waktu menunjukkan pukul 03.19 WIB. Dunia di luar jendela masih terbungkus pekat, namun laju bus perlahan melambat, berbelok memasuki sebuah rest area yang bermandikan cahaya lampu neon putih yang kaku. Bus berhenti sejenak untuk mengisi bahan bakar, mengantre di belakang beberapa kendaraan besar yang tampak seperti raksasa besi yang sedang haus.

Cahaya neon yang menerobos masuk ke dalam kabin menyapu wajah-wajah penumpang yang terlelap. Beberapa terjaga, mata mereka mengerjap menyesuaikan diri dengan cahaya, namun tubuh tetap terpaku di kursi—enggan melepas selimut yang hangat.

Di tengah kesunyian itu, seorang wanita paruh baya tampak bergerak pelan. Ia tidak turun, melainkan meraih sebuah termos kecil dari tasnya. Dengan gerakan hati-hati agar tidak menimbulkan suara, ia menuangkan air panas ke dalam tutup termos yang kini beralih fungsi menjadi gelas darurat.

Asap tipis mengepul, menari-nari di bawah temaram lampu kabin. Ia meniupnya pelan, lalu meneguknya sedikit demi sedikit untuk mengusir rasa kantuk atau sekadar menghangatkan dada dari dinginnya AC bus. Namun, kehangatan itu rupanya sudah cukup sebelum gelasnya kosong. Ia pun bangkit, melangkah pelan menuju toilet di bagian belakang—melewati kursi 8C saya—untuk membuang sisa airnya.

Hanya lima belas menit waktu berhenti. Mesin bus kembali menderu, pintu tertutup rapat, dan ban-ban besar itu kembali melindas aspal dingin. Perjalanan berlanjut, membelah sisa malam menuju ufuk timur yang mulai membayang. Di dalam bus, keheningan kembali bertahta, membawa kami selangkah lebih dekat menuju Solo dan tujuan akhir, Malang.


No comments: