Saturday, December 20, 2025

Kisah Kesetiaan Rasa di Emperan Ruko Kota Batu

KOTA BATU – Pagi menyapa dengan gigil khas pegunungan di Kota Batu. Kabut tipis masih enggan beranjak sepenuhnya, namun di seberang Pasar Induk Kota Batu, sebuah pemandangan hangat mulai terbentuk. Di emperan ruko yang sederhana, aroma gurih nan menggoda menjelajah udara dingin seperti peluk ibu di pagi hari, menarik para pelanggan setia ke Warung Otos Anom.








Dari kejauhan, asap tipis mengepul dari panci besar di atas tungku, membawa serta wangi rempah dan kaldu ayam yang kaya, menusuk hidung dan membangkitkan selera. Di sana, seorang pemuda berambut agak panjang, dengan sigap dan cekatan, melayani setiap pesanan. Tangannya lincah menari di antara mangkuk dan sendok, meracik pesanan soto yang tak pernah sepi peminat.

Namun, pagi ini ada nada tanya yang terselip di antara dering piring dan sendok. "Bapak mana?" adalah kalimat yang paling sering terlontar, seolah melodi rutin yang tak bisa absen. Para pelanggan setia, yang biasa menikmati soto di jam ini, merasakan ada sedikit perbedaan. 

Pemuda itu, dengan senyum ramah, sabar menjawab pertanyaan yang sama berulang kali. "Bapak sedang tidak enak badan," ujarnya, suaranya terdengar tulus dan sedikit lelah karena harus menggantikan ayahnya berjualan sejak pagi. Biasanya, sang ayah lah yang mengibarkan bendera soto ini di pagi hingga sore hari. Kini, di pundak sang anak, estafet rasa dan kesetiaan pelanggan dipertaruhkan.

Dan ia melakukannya dengan gemilang. Setiap mangkuk soto Lamongan, atau yang dalam bahasa walikan Malang disebut Otos Anom, adalah bukti nyata dari filosofi yang diusung: "Olehe Tekun Olehe Sujud, angsale nenuwon olehe memuji." Sebuah pengingat akan ketekunan, ibadah, dan doa yang menjadi fondasi rasa.

Semangkuk Otos Anom dibanderol dengan harga yang sangat bersahabat: 15 ribu rupiah. Sebuah harga yang terasa ringan di kantong, namun meninggalkan kesan mendalam di lidah. Kuah kaldunya yang hangat dan gurih meresap hingga ke tulang, berpadu sempurna dengan potongan ayam, tauge renyah, dan taburan seledri segar. Setiap suapan membawa kita pada kenangan masa lalu, pada hidangan rumahan yang penuh cinta.

Terletak strategis di emperan ruko, warung ini mungkin luput dari pandangan mata yang terburu-buru. Namun, bagi para penikmat setia, pesona kesederhanaannya justru menjadi magnet kuat. Duduk di kursi plastik sederhana, menyantap soto hangat di tengah keramaian pasar, adalah pengalaman yang menghangatkan tubuh dan menenangkan jiwa.

Di balik ketidakhadiran sang bapak, Warung Otos Anom Olehe Tekun terus bergerak. Sang anak, dengan rambutnya yang agak panjang dan ketekunannya, membuktikan bahwa cinta pada masakan adalah warisan tak ternilai yang mengalir dalam darah. Dan semangkuk soto pagi ini, lebih dari sekadar makanan, ia adalah cerita tentang kesetiaan, perjuangan, dan kehangatan keluarga yang tak lekang oleh waktu.


No comments: