Malang – Pagi yang masih berkabut di tanggal 21 Desember menjadi saksi bisu betapa teknologi mampu melipat jarak. Di balik layar gawai, sebuah komunitas literasi terbesar, KBMN (Kelas Belajar Menulis Nusantara), tengah bersiap menggelar hajatan akbar.
Suasana "panas" sudah terasa sejak pukul enam pagi. Kabar keberangkatan saling bersahutan bagaikan orkestra yang sedang melakukan pemanasan. Eka Agisty, dengan semangat membara, melaporkan posisinya dari Bandara H. Asan Sampit, Kalimantan Tengah. Meski terpisah pulau, getaran mesin pesawat yang akan membawanya ke Jawa seolah beresonansi hingga ke peserta yang ada di Malang.
Gedung Bhineka Tunggal Ika telah ditetapkan sebagai titik temu utama. Peserta diingatkan untuk mengenakan batik PGRI pada pembukaan pukul 15.00 WIB. Visualisasi kain batik dengan motif hitam-putih yang khas itu akan memenuhi ruangan seperti lautan pengabdi ilmu. Warna-warni cerah dari layar ponsel yang menampilkan berbagai emoji cinta dan tawa menunjukkan betapa antusiasnya para guru ini bertatap muka.
Tidak hanya soal tulisan, kopdar ini adalah soal rasa. Lia Yuflihah membuka hari dengan pantun jus markisa yang manis-asamnya seolah menari di ujung lidah. Sementara itu, Helwiyah dan Om Jay memastikan agenda berjalan tepat waktu. Di sela-sela persiapan, bayangan akan gurihnya soto ayam yang terletak satu kilometer dari lokasi acara menjadi bumbu penyemangat bagi mereka yang tengah menempuh perjalanan jauh.
Namun, pertemuan fisik tak selalu berpihak pada semua orang. Achienk, salah satu motor penggerak, harus merelakan kerinduannya terpendam karena tugas mulia menjemput anak di pondok pesantren. Rasa sesak di dada karena gagal berfoto bersama mba Ofi dan mba MyDearly terobati dengan janji pertemuan di Banten tahun depan.
Candaan tentang "jangjawokan" terupdate dari Eka Agisty untuk Aam Nurhasanah menambah keriuhan, membuktikan bahwa meski mereka adalah penulis serius, tawa adalah perekat yang paling kuat.
Kini, semua mata tertuju pada jarum jam. Dari Terminal Arjasari hingga lobi hotel di Malang, para penulis sedang menyusun rindu menjadi narasi. Mereka bukan sekadar berkumpul, mereka sedang merajut benang-benang inspirasi menjadi permadani literasi bangsa.




No comments:
Post a Comment