Wednesday, November 12, 2025

Dua Pahlawan Pendidikan Akhirnya Bebas dan Direhabilitasi

Dua Pahlawan Pendidikan Akhirnya Bebas dan Direhabilitasi

Alhamdulillah.

Ada kabar yang membuat dada ini terasa lapang dan mata terasa hangat — dua guru asal Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Rasnal dan Abdul Muis, akhirnya dibebaskan dan direhabilitasi.

Setelah perjalanan panjang dan penuh ujian, mereka kini kembali mendapat haknya sebagai Aparatur Sipil Negara. Keputusan prerogatif Presiden telah mengembalikan apa yang seharusnya menjadi milik mereka sejak awal: kehormatan seorang guru.

Sebagai sesama pendidik, saya ikut menundukkan kepala penuh syukur.

Kabar ini bukan sekadar berita, tapi semacam pelajaran besar bagi kita semua — bahwa keadilan mungkin datang terlambat, namun tidak akan hilang.

Saya masih ingat bagaimana kisah mereka sempat viral. Dua guru yang niatnya hanya ingin membantu guru honorer melalui sumbangan sukarela Rp20.000 dari orang tua siswa, justru dipecat dari status ASN.

Saya membaca kisah itu dengan hati tercekat.

Betapa mudah kebaikan disalahpahami.

Betapa berat beban moral seorang guru yang tiba-tiba dianggap bersalah, padahal ia hanya ingin berbuat baik.

Namun yang membuat saya kagum, Rasnal dan Abdul Muis tidak marah pada dunia.

Mereka memilih jalan sabar, menempuh proses hukum dan administrasi dengan kepala tegak.

Mereka tidak membalas luka dengan amarah, tetapi dengan keteguhan dan doa.

Saya merasa malu sekaligus terinspirasi.

Malu, karena sering kali kita mudah menyerah ketika keadilan terasa jauh.

Terinspirasi, karena dua guru ini mengajarkan arti keberanian yang sejati — bukan dalam bentuk perlawanan, tapi dalam ketulusan menerima dan memperjuangkan dengan cara yang bermartabat.

Ketika akhirnya Presiden memutuskan untuk memberikan rehabilitasi, saya merasa seperti menyaksikan sebutir cahaya menembus langit keruh birokrasi.

Cahaya itu datang bukan karena kuasa, tapi karena doa yang tak putus dari para guru di seluruh negeri.

Di grup-grup pendidik, di ruang-ruang kelas, bahkan di sela rapat dan upacara bendera, banyak guru yang mendoakan keduanya.

Doa yang mungkin sederhana, namun ikhlas — dan bukankah doa yang tulus adalah kekuatan yang mampu menembus tembok kekuasaan?

Saya membayangkan wajah Rasnal dan Abdul Muis ketika mendengar kabar itu.

Mungkin mereka meneteskan air mata, bukan karena bahagia semata, tapi karena lega — akhirnya kebenaran berpihak pada niat baik.

Rehabilitasi ini lebih dari sekadar pengembalian status ASN.

Ia adalah pemulihan nama baik, pemulihan martabat manusia yang sempat dilukai oleh sistem yang kurang bijak.

Sebagai guru, saya sering merenung: betapa rentannya posisi kami di antara tuntutan, birokrasi, dan idealisme.

Namun kisah ini membuat saya yakin, selama guru tetap berpijak pada kejujuran dan niat tulus, Allah akan menolong dengan cara-Nya sendiri.

Kini Rasnal dan Abdul Muis dapat kembali ke ruang kelas, mengajar dengan senyum yang utuh.

Mereka tidak hanya mengajarkan pelajaran, tapi juga memberi teladan tentang makna kesabaran dan keberanian moral.

Saya menulis ini dengan perasaan haru yang sulit dijelaskan.

Sebagai guru, saya tahu bagaimana rasanya berjuang di tengah keterbatasan.

Kami bukan pahlawan tanpa cela, tapi setiap langkah kami lahir dari niat tulus untuk mencerdaskan anak bangsa.

Kisah dua guru ini mengingatkan saya, bahwa menjadi pendidik bukan hanya soal mengajar, tetapi juga soal menjaga nilai.

Bahwa integritas seorang guru tidak boleh dikorbankan oleh kebijakan yang terburu-buru.

Dan bahwa negara — seadil-adilnya negara — harus selalu berpihak pada kebenaran, bukan pada prosedur semata.

Kini, setiap kali saya berdiri di depan kelas, saya mengingat wajah mereka berdua — dua guru sederhana yang telah menempuh jalan panjang menuju keadilan.

Mereka mengingatkan saya untuk tidak lelah berbuat baik, sekalipun dunia belum tentu memahami.

Hari ini, saya kembali mengucap syukur.

Cahaya keadilan itu telah menyala kembali, dari Luwu Utara untuk seluruh negeri.

Rasnal dan Abdul Muis telah menorehkan sejarah kecil yang berarti besar — bukan hanya bagi guru, tetapi bagi kemanusiaan.

Dan saya percaya, selama masih ada guru yang mengajar dengan hati, bangsa ini tidak akan kehilangan arah.


Alhamdulillah.

Kebenaran mungkin datang perlahan, tapi ia tidak pernah salah alamat. ❤️🙏

No comments: