Wednesday, December 31, 2025

Di Antara Baris Buku dan Saldo Rindu

Sentuhan jari Arum beralih dari ponsel ke dalam tasnya, meraba permukaan halus beberapa sampul buku yang selalu ia bawa. Buku-buku itu bukan sekadar tumpukan kertas dan tinta; itu adalah buah pikir Mas Setyo yang diberikan langsung kepadanya saat pertemuan di Bandung dulu.

Sebagai seorang kepala perpustakaan, Arum tahu benar bagaimana cara menghargai sebuah buku. Namun, buku-buku karya Mas Setyo ini menempati rak paling istimewa dalam hati dan ingatannya.



Arum mengeluarkan salah satu buku tersebut. Bau khas kertas lama bercampur aroma vanila samar menguar saat ia membuka halaman pertamanya. Di sana, tertulis sebuah dedikasi dengan tinta hitam yang tegas namun luwes—gaya tulisan tangan yang mencerminkan ketegasan Mas Setyo sebagai bagian dari Tim Solid.

"Buku ini... dulu Mas Setyo bilang, 'Simpan ini di perpustakaanmu, Rum. Jika suatu saat kamu kehilangan arah dalam menulis, bacalah halaman tengahnya,'" bisik Arum dalam hati.

Ia teringat betapa bangganya ia saat itu. Seorang kepala perpustakaan menerima harta karun langsung dari penulisnya. Buku-buku itu adalah jembatan intelektual yang menghubungkan mereka, jauh melampaui urusan administratif transfer kegiatan yang tertera di flyer.


"Itu buku karya Setyo yang edisi terbatas, ya?" tanya salah seorang anggota Tim Solid yang melihat Arum membelai sampul buku tersebut.

Arum mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Iya. Sebagai pustakawan, saya sudah memegang ribuan buku. Tapi buku ini punya 'nyawa' yang berbeda. Mas Setyo memberikannya dengan pesan agar literasi di tempat saya terus hidup."

Om Jay yang masih berada di dekatnya tersenyum tipis. "Dia memang sangat menghargaimu, Rum. Dia tahu di tangan seorang kepala perpustakaan seperti kamu, pemikiran-pemikirannya tidak akan hanya berhenti di rak, tapi akan mengalir ke kepala-kepala orang lain. Persis seperti aliran dana di flyer itu—dia ingin semuanya produktif dan bermanfaat."


Suara riuh di depan panggung kembali memuncak saat sesi doorprize dimulai. Namun, saat pembawa acara menyebutkan bahwa salah satu hadiah tambahan adalah paket buku eksklusif sumbangan dari Mas Setyo, suasana mendadak hening sejenak.

"Hadiah ini dikirimkan langsung dari beliau untuk Kopdar Malang," seru pembawa acara.

Arum mendekap bukunya lebih erat. Rasa rindu itu kini tidak lagi terasa pahit seperti ampas kopi. Melalui buku-buku di tangannya dan buku-buku yang kini dibagikan di atas panggung, ia merasa Mas Setyo hadir dalam bentuk yang paling abadi: ide dan inspirasi. Meski raganya tertahan di kejauhan, aromanya sebagai penulis dan mentor tetap memenuhi ruangan, menyemangati Arum untuk terus mengelola "perpustakaan" rindu di dalam jiwanya. ***

Dialog di Antara Deru Napas dan Penyesalan

Setelah sekian lama terjebak dalam labirin kekhawatiran, nada sambung itu akhirnya pecah menjadi suara napas yang berat. Duniamu yang tadi terasa runtuh, perlahan kembali tegak, meski kini diwarnai rasa jengkel yang menggelitik.




"Halo... Sayang?" Suaranya terdengar seperti bisikan angin yang malu-malu, serak dan penuh beban dosa.

"Di mana kamu?!" suaraku meninggi, membelah kebisingan bandara. Jantungku yang tadi melompat-lompat liar kini seolah menuntut penjelasan. "Aku sudah di depan pintu kedatangan, mataku sampai perih menatap ratusan orang, tapi kamu tidak ada!"

Ada jeda sejenak. Aku bisa membayangkan dia di sana, mengusap wajahnya yang mungkin masih sembab. "Maafkan aku, Sayang... benar-benar maaf. Ruang tunggu itu terlalu nyaman, atau mungkin aku yang terlalu lelah. Suara pengumuman itu seolah menjadi lagu nina bobo bagiku. Aku... aku ketiduran. Saat terbangun, landasan sudah kosong. Pesawatnya sudah terbang membawa mimpiku untuk segera memelukmu."

Mendengar pengakuannya yang konyol itu, kemarahanku yang semula berkobar bak api disiram bensin, tiba-tiba padam oleh rasa geli. "Ketiduran? Kamu ini sedang mengejar pesawat atau sedang lomba tidur?"

"Jangan tertawa dulu," suaranya mulai melunak, ada nada manja yang terselip. "Aku merasa menjadi orang paling bodoh sedunia saat melihat jam. Sekarang aku sudah di depan loket, sudah beli tiket baru. Aku akan menyusulmu dengan penerbangan berikutnya. Bisakah kamu menunggu sedikit lebih lama lagi? Aku berjanji, sebagai gantinya, aku akan jadi asisten pribadimu selama seminggu penuh."

Aku menghela napas, aroma parfum yang kupakai pagi tadi—yang kini mulai memudar tertutup keringat—tercium samar. "Hanya seminggu? Aku butuh lebih dari itu untuk membayar rasa panik ini. Cepatlah datang, sebelum aku berubah jadi patung di bandara ini."

"Aku segera ke sana. Tunggu aku, ya?"

Telepon tertutup. Aku menyandarkan punggung pada kursi besi yang dingin. Di depanku, jarum jam dinding Raden Inten II tampak menari lambat, seolah mengejek penantianku yang kini harus diperpanjang. Namun, setidaknya beban di dadaku sudah terangkat, digantikan oleh debar sabar yang kembali tenang.***



Sunday, December 28, 2025

Lampung 10K 2025 bersama Tribun Lampung

BANDAR LAMPUNG – Matahari mulai condong ke barat pada Minggu sore, 31 Agustus 2025. Suasana di gedung pertemuan yang menjadi saksi bisu resepsi pernikahan Fathi Hisyam Panagara perlahan mulai lengang. Setelah riuh rendah ucapan selamat dan jamuan makan siang yang hangat, satu per satu tamu mulai berpamitan, menyisakan ruang bagi penyelenggara untuk berbenah.

Namun, bagi salah satu tamu undangan yang juga seorang penggiat olahraga lari, hari itu belum benar-benar berakhir. Justru, petualangan baru akan segera dimulai di atas aspal jalan raya.


Pukul 15:30 WIB, ia bergegas meninggalkan lokasi pesta menuju kantor Tribun Lampung. Agenda sore itu sudah terjadwal rapi: pengambilan paket lomba atau race pack untuk ajang Lampung 10K 2025. Suasana di titik pengambilan terpantau ramai namun tertib, dipenuhi oleh para pelari yang tak sabar menanti hari esok.

Ajang Lampung 10K tahun ini terasa spesial karena diselenggarakan oleh Tribun Lampung bekerja sama dengan komunitas Kawan Lari Lampung. Mengambil titik start di Lampung City Mall, Jl. Yos Sudarso, kegiatan ini digelar dalam rangka memperingati HUT ke-16 Tribun Lampung.


Berdasarkan informasi resmi dari laman pendaftaran Tribun Booking, antusiasme peserta melonjak drastis berkat total hadiah yang mencapai puluhan juta rupiah. Tak tanggung-tanggung, sebuah skuter listrik telah disiapkan sebagai hadiah utama yang menjadi incaran para pelari di kategori 5K maupun 10K.

Menariknya, gema lari yang dimotori oleh jaringan Tribun Network tidak hanya terjadi di Bumi Ruwa Jurai. Di belahan kota lain, tepatnya di Slawi, Tegal, ajang serupa bertajuk MC RUN 2025 juga tengah menyita perhatian publik. Meski berbeda lokasi, semangat yang dibawa serupa: merayakan hari jadi mitra (HUT ke-29 Mutiara Cahaya) dengan fasilitas premium seperti medali unik yang bisa berputar hingga hadiah utama berupa undian Umroh.


Setelah menenteng tas berisi jersey dan nomor BIB, ia pun pulang dengan kesiapan penuh. Mengingat perlombaan akan dimulai tepat pukul 06:00 WIB keesokan harinya, istirahat yang cukup setelah menghadiri resepsi pernikahan menjadi kunci utama.

Keterlibatan media besar seperti Tribun Lampung dalam mengorganisir event lari ini diakui memberikan standar penyelenggaraan yang tinggi. Mulai dari kemudahan pendaftaran melalui platform digital hingga pengelolaan rute yang menantang di sepanjang pesisir Bandar Lampung.

"Malam ini adalah tentang pemulihan. Besok adalah tentang pembuktian di rute 10 kilometer. Dari pesta keluarga menuju pesta olahraga," bisik hatinya optimis.

Sore yang tenang di Bandar Lampung itu menjadi pembuka bagi ribuan langkah yang akan memadati jalanan kota pada esok fajar.



Elefun Run 2025: Menembus Kabut Way Kambas Demi Langkah Konservasi

LAMPUNG TIMUR – 10 Agustus 2025, di bawah naungan langit gelap dan udara dingin yang menusuk, perjalanan dimulai tepat pukul 03:00 WIB dari Bandar Lampung. Menempuh perjalanan darat sejauh kurang lebih 100 kilometer, kendaraan melaju membelah rute lintas timur menuju Way Jepara. Perjalanan sunyi di sepertiga malam ini bukan tanpa alasan; sebuah misi kemanusiaan dan olahraga bertajuk Elefun Run 2025 telah menanti di ujung jalan.

 

Tiba di lokasi saat fajar mulai menyingsing, suasana di Gerbang Plang Ijo, Taman Nasional Way Kambas (TNWK), sudah tampak berbeda. Ratusan pelari berkumpul dengan satu tujuan yang sama: berlari bukan hanya untuk raga, melainkan untuk jiwa konservasi. Ajang lari semi-trail sejauh 5K ini merupakan bagian dari festival besar bertajuk Gajah Fest, sebuah inisiatif tahunan yang digarap untuk memperkuat kesadaran masyarakat terhadap kelestarian gajah Sumatera.

Sebagai bagian dari rangkaian Gajah Fest, Elefun Run menawarkan pengalaman yang tidak ditemukan di ajang lari perkotaan lainnya. Begitu bendera start dikibarkan, para peserta langsung disuguhi rute menantang yang memadukan aspal tipis dengan jalur tanah khas pinggiran hutan nasional.

 

Tagline "Elefun Run" bukan sekadar permainan kata. Setiap derap langkah kaki pelari di atas lintasan semi-trail ini merupakan bentuk kontribusi nyata terhadap upaya pelestarian habitat gajah. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari akun resmi @gajahfest, seluruh elemen kegiatan ini dirancang untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya koeksistensi antara manusia dan gajah di Lampung Timur.

Di sepanjang rute 5K, para pelari disambut dengan panorama alam yang asri. Meski keringat bercucuran akibat medan yang tidak rata, semangat para peserta tetap membara. Mereka sadar bahwa kehadiran mereka di sana adalah bagian dari gerakan besar untuk memastikan suara-suara raksasa Sumatera tidak hilang ditelan zaman.

 

Begitu mencapai garis finish kembali di Gerbang Plang Ijo, para peserta disambut dengan medali yang memiliki filosofi mendalam tentang perlindungan satwa. Kelegaan terpancar dari wajah mereka, bukan hanya karena berhasil menaklukkan jalur semi-trail, tetapi karena telah menjadi bagian dari aksi lingkungan.

Meski perhelatan di tahun 2025 ini telah usai, gema dari langkah-langkah di Way Kambas tetap terasa. Narasi yang dibangun dari perjalanan pukul 3 pagi ini adalah bukti bahwa olahraga dapat menjadi jembatan paling efektif untuk menyuarakan isu-isu lingkungan yang krusial.

"Melalui Elefun Run, kita tidak hanya melintasi lintasan tanah, tapi kita sedang berlari menuju masa depan di mana gajah Sumatera tetap menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri," tulis salah satu laporan daring mengenai semangat festival tersebut.

Pagi itu berakhir dengan kepuasan batin. Dari Bandar Lampung hingga ke rimba Way Kambas, setiap kilometer yang ditempuh adalah dedikasi bagi alam Bumi Ruwa Jurai.


Krakatau Run 2025: Nafas Olahraga di Jantung Festival Pariwisata Lampung

BANDAR LAMPUNG – Minggu pagi, 6 Juli 2025, pelataran Lapangan KORPRI, Komplek Gubernuran berubah menjadi panggung besar bagi ribuan pelari. Di bawah langit subuh yang cerah, ajang KRAKATAU RUN 2025 resmi dilepas tepat pukul 05:30 WIB. Perhelatan ini bukan sekadar lomba lari, melainkan sebuah simfoni antara olahraga dan promosi wisata yang menjadi pembuka megah bagi rangkaian Krakatau Festival (K-FEST) ke-34.

Tagline "Lari dan Berwisata": Lebih dari Sekadar Kompetisi

Dengan mengusung filosofi "Lari dan Berwisata", Pemerintah Provinsi Lampung bersama sejumlah mitra strategis berhasil mengubah jalanan protokol Bandar Lampung menjadi lintasan atletik yang inklusif. Melansir dari laman berita resmi Pemerintah Provinsi, event ini dirancang untuk memperkenalkan kembali keramahan budaya dan keindahan lanskap kota kepada para pelancong mancanegara maupun domestik yang sengaja datang demi momen tahunan K-FEST.

Ribuan peserta, mulai dari pelari profesional hingga keluarga, memadati area start. Atmosfer kompetisi berpadu dengan kegembiraan khas festival, menciptakan energi yang membakar semangat sejak bendera start dikibarkan.

Perebutan Podium dan Keberuntungan di Garis Finish

Bagi para pelari cepat, tantangan kali ini terasa lebih bergengsi dengan adanya tawaran hadiah podium senilai jutaan rupiah. Persaingan di barisan depan terlihat sengit, terutama saat melewati rute yang mengelilingi pusat pemerintahan Lampung yang ikonik.

Namun, daya tarik acara tidak hanya milik para juara. Panitia telah menyiapkan berbagai kejutan bagi seluruh peserta melalui pengundian doorprize menarik. Setelah menuntaskan rute, para pelari berkumpul di area race village untuk menikmati hiburan musik sambil menunggu pengundian hadiah, menciptakan suasana kekeluargaan yang erat antar komunitas lari.

Dampak Luas Bagi Pariwisata Daerah

Keberhasilan Krakatau Run 2025 diakui sebagai katalisator positif bagi sektor pariwisata Lampung. Melalui kegiatan ini, identitas Lampung sebagai destinasi sport tourism semakin kuat. Informasi dari portal berita daring menyebutkan bahwa tingkat hunian hotel di Bandar Lampung mengalami lonjakan signifikan menjelang hari pelaksanaan, membuktikan bahwa integrasi antara olahraga dan festival budaya seperti K-FEST efektif dalam menggerakkan ekonomi lokal.

"Krakatau Run adalah pintu masuk bagi masyarakat untuk merasakan keramahan Lampung. Kita tidak hanya mengejar garis finish, tapi kita sedang berlari merayakan kekayaan identitas daerah," ungkap salah satu pengamat pariwisata dalam ulasan media lokal.

Hari itu berakhir dengan senyum kepuasan para peserta. Dengan medali di leher dan foto-foto estetik di latar ikonik Komplek Gubernuran, para pelari membawa pulang cerita bahwa di Lampung, setiap langkah lari adalah sebuah perjalanan wisata.