Thursday, June 22, 2023

Menjadi guru, Alhamdulillah

Alhamdulillah selepas lulus pendidikan S1 matematika di Universitas Lampung (UNILA) saya mendapatkan kesempatan mengajar di Lembaga Bimbingan Belajar pada tahun 1992.
Setahun kemudian saya mendapatkan tugas menjadi guru matematika di MAN Kotabumi pada tahun 1993, Jarak tempuh Bandar Lampung-Kotabumi adalah 102 kilometer, dengan waktu tempuh 2 sampai 3 jam menggunakan kendaraan umum (bis) antar kota dalam provinsi (AKDP).

Kondisi yang tidak memungkinkan untuk menetap karena ingin membersamai orang tua yang tinggal di Bandar Lampung dan memiliki kontrak kerja di Lembaga Bimbingan Belajar. Kondisi waktu itu memungkinkan pengaturan beban kerja berdasarkan jumlah jam mengajar saja, jika beban mengajar dapat diselesaikan dalam waktu 3 hari, ya sudah.

Hal tersebut membuat saya dapat tetap tinggal bersama orang tua di Bandar Lampung dan mengajar di lembaga bimbingan belajar, dengan menyelesaikan beban mengajar dalam waktu tiga hari saja. Jadi saya mengajar pada senin hingga rabu, saya berangkat ke Kotabumi pada senin selepas subuh lalu kembali ke Bandar Lampung, Rabu sore setelah Ashar.

Hari Kamis sampai Sabtu saya menggunakan waktu untuk mengajar di salah satu lembaga bimbingan belajar di Bandar Lampung, Kegiatan ini saya lakoni hingga genap 10 tahun.

Di Kotabumi saya kost bersama dengan teman-teman se profesi, mereka ada yang menetap karena berasal dari Yogyakarta yang tentu saja tidak mungkin pergi pulang seminggu sekali, namun saya dan teman dari Metro tidak full tinggal di Kotabumi.

Menjalani profesi di dua kota yang berbeda dengan jarak tempuh yang lumayan jauh tentu saja banyak sekali suka dan dukanya. Sukanya adalah saat di Bandar Lampung memiliki kerinduan menikmati perjalanan dengan pemandangan hamparan hijau sawah dan belukar, suasana kehidupan yang lebih tenang namun demikian ketika berada di kotabumi juga merindukan suasana bersama keluarga di rumah.

Seperti biasa aku masuk ke ruang guru, lalu duduk di kursi meja kerja ku. Tak lama masuklah Siti (bukan nama sebenarnya), tampak di wajahnya ekspresi marah bercampur sedih bergegah menghampiriku. "Mbak aku kecopetan", ujarnya sambil berlinang air mata. "Kok bisa kamu tidur ya? Banyak duit yang diambil copet?" tanyaku menyelidik. "Gak mbak, aku itu gak bisa tidur di perjalanan, Semuanya mbak, sak dompet-dompetnya, ini lho tasku disilet", jawabnya, seraya menunjukkan tasnya yang sudah bolong. Aku tidak dapat berkata banyak. "Ya, sudah, semuanya sudah terjadi, lain kali hati-hati dan jangan bawa uang banyak-banyak," Saat itu hampir semua transaksi masih dilakukan secara tunai (cash only), belum banyak pilihan alat pembayaran seperti saat ini, baru potongan bank saja yang dilakukan non tunai.

Suasana bus yang berdesak-desakan sering kali dimanfaatkan pencopet untuk melancarkan aksinya. Begitulah potret bus kelas ekonomi di tahun sembilan puluhan, sering berhenti menunggu, menaikkan dan menurunkan penumpang, padat dan bau khas. Saat calon korban akan turun, si pencopet yang menyamar sebagai penumpang juga ikut turun seraya melancarkan aksinya mendorong korban, lalu menyilet tasnya, dalam hitungan detik dompet pun berpindah tangan.

Beberapa tahun kemudian suasana berubah karena kehadiran seorang pemuda yang juga memiliki profesi yang sama berhasil menaklukan hatiku, berawal dari dorongan dari teman-teman yang berusaha menjodoh-jodohkan aku.

Benar saja pada setelah 2 tahun menjalin pertemanan, akhirnya kami menikah di tahun 1998. Statusku berupa aku memasuki babak baru dalam hidup, sebagai istri dan tentu saja calon muda, Ehm...., hidup terasa lebih berat, menjadi istri bertanggung jawab mengurus rumah tangga, juga bekerja di dua lembaga yang jaraknya cukup jauh dan menyita energi.

Setelah beberapa bulan menikah, perut terasa kembung, mual dan muntah (morning sickness) terasa mudah lelah, juga kram perut, sepertinya aku butuh istirahat lebih banyak dan mengelola tingkat stress, sedih aku tidak bisa menjalankan tugasku di madrasah.

Aku memutuskan untuk menjalani pemeriksaan dokter, berdasarkan hasil pemeriksaan, dokter mengatakan aku hamil. "Selamat ya bu, ibu hamil". ujar dokter.

"Adek sayang jangan rewel, ya", ujarku dalam hati menjelang keberangkatan menuju tempat tugasku di Kotabumi. Perutku semakin membesar, tak jarang si jabang bayi di dalam sana, melakukan tendangan-tendangan kecil. Bisa saja ini sebagai bentuk protes karena melakukan perjalanan terlalu lama. "Mungkin dia lelah"


Alhamdullah, aku menjalani persalinan dengan lancar. Seorang bayi perempuan dengan berat 2,8kg dan panjang 53 cm, telah lahir dengan selamat. Impian sebuah keluarga muda adalah memiliki anggota baru seorang momongan laki-laki atau perempuan.


Beraktifitas dengan si bayi merupakan pengalaman baru. Aku menyusui setiap 2 sampai 3 jam sekali. Si bayi lebih banyak tidurn namun harus dibangunkan untuk disusui, dan aku bisa melakukannya sambil tidur bersamanya, walaupun ASI belum banyak keluar.

Setelah hampir 4 hari aku terus berusaha untuk memahami kebiasaan si bayi dan memberikan ia ASI 8-12 kali dalam sehari. ASI yang keluar semakin banyak, menggantikan kolostrum yang awalnya diminum bayi. Semakin sering dan teratur aku menyusui, semakin banyak ASI yang keluar. Ini membuat dedek bayi kelihatan lebih kenyang, perubahan tampak dari kotoran yang dikeluarkannya.

Cuti hamil dan melahirkan hampir usai, aku harus kembali menunaikan tugas sebagai guru mengajar di sekolah yang jarak 100-an kilomenter dari rumah. Mengajak serta dedek bayi untuk tinggal di rumah kost di tempat kerja tampaknya adalah pilihan terbaik.


Berarti aku harus beristirahat dari statusku sebagai guru bimbingan belajar. Aku harus fokus pada mengurus si bayi. Aku dan juga banyak sekali ibu yang masih menyusui, tetapi harus kembali bekerja, biasanya saat bayi berusia 2 atau 3 bulan. Ibu yang kembali bekerja masih dapat memberikan ASI, di antaranya dengan memerah dan menyimpan ASI. Aku tak ingin berhenti menyusui atau mulai memberikan tambahan sebelum 6 bulan.

Sebagai Ibu bekerja yang ingin memberikan ASI kepada bayinya, aku berusaha menyusui sebanyak mungkin saat sebelum bekerja. Selanjutnya aku mulai belajar memerah ASI dan menyimpan ASI, suply asi sudah cukup banyak membuat bayi tumbuh dengan baik sesuai grafik pertumbuhan.


Saat aku bekerja sudah menyimpan ASI yang cukup untuk diberikan pada bayinya. Semakin banyak bayi menyusu, semakin baik. Tempat kostku cukup dekat dengan sekolah sehingga aku bisa pulang memberinya minum saat istirahat, atau bahkan sesekali dedek bayi dibawa ke sekolah untuk menyusui.

Alhamdulillah, aku dapat menjalani hari-hari penting dalam membesarkan anak pertamaku. Sampai akhirnya pada tahun 2003, aku berhasil mengurus pindah tempat tugas (mutasi) ke Kota Bandar Lampung, di MTsN 1 Bandar Lampung. Sungguh suatu perjuangan yang panjang, namun itulah perjalanan hidupku. Terima kasih Ya Allah.





No comments:

Post a Comment